Rabu, 29 Desember 2010

KERJA Atau BISNIS ???

0 komentar
Saya perhatikan dari setiap jawaban, ternyata hampir semuanya menginginkan jadi PEBISNIS. Alasannya bermacam-macam, ada yang berpikir dengan berbisnis uangnya bisa lebih banyak, bisa mengatur waktu sendiri, ada juga yang ingin jadi BOS dan lain-lain.

Pertanyaannya: SUDAHKAH mereka memulai?

Atau hanya 'sekedar keinginan'?

Adalah hal yang sering saya dengar dari banyak orang, mereka mengaku ingin sukses, tapi selalu memiliki alasan, salah satunya ‘tidak ada waktu’ atau 'tidak punya modal'.

Teman..
Lapar adalah MODAL untuk mencari makan.
Haus adalah MODAL untuk mencari minum.
Ketidaktahuan adalah MODAL untuk mencari tahu.
Bodoh adalah MODAL untuk menjadi pintar.
Tidak punya 'modal', adalah MODAL untuk mencari danmendapatkan modal yang Anda perlukan.
JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA! :-) 

Saya berani mengatakan seseorang tidak akan pernah bisa menjadi PEBISNIS sukses jika dia tidak bisa atau tidak mau mengusahakan APA yang dia perlukan.
Jika Anda benar-benar ingin menjadi seorang PEBISNIS dan SUKSES, Anda harus siap: Memecahkan setiap masalah yang ada di depan mata, sebelum mengecap yang namanya 'keuntungan'.

Sederhananya, bagaimana kita mau jadi pebisnis, jika pada saat awal saja, dan hanya karena 'tidak punya modal' Anda jadikan alasan untuk tidak bergerak maju.

Sebagai PEBISNIS, Anda *tidak boleh* punya mental seperti itu. Sebagai PEBISNIS Anda ditantang untuk terus berpikir dan menuntaskan segala permasalahan yang menjadi tanggung jawab Anda, bukan orang lain.
Bagaimana Anda mau jadi pebisnis, jika masalah sendiri Anda lontarkan pada orang lain? :-)

Siapapun yang menjadi Pebisnis, tentunya ingin bisnisnya menjadi besar dan maju bukan? Nah, jika usaha Anda besar, maka tanggung jawab Anda pun akan semakin besar. Tanggung jawab Anda tidak hanya sebatas untuk kepentingan diri sendiri, tapi lebih banyak untuk orang lain. Maka sikap KEPEMIMPINAN pun menjadi mutlak untuk seorang pebisnis.
Menggaji staff hanyalah 'salah satu' dari sekian banyak tanggung jawab yang harus Anda pikirkan pada saat bisnis sudah menjadi besar. Belum memikirkan biaya ini itu, strategi ini dan itu yang harus selalu dipikirkan untuk kelangsungan usaha kita.
Banyak orang hanya membayangkan nikmatnya jadi pebisnis dari segi 'keuntungan', tapi mereka melupakan USAHA dan kerja keras pebisnisdalam keseharian. Kegagalan demi kegagalan yang harus mereka pecahkan, dan mereka tidak pernah berhenti hingga apa yang mereka inginkan tercapai.

Jika Anda ingin jadi pebisnis yang berhasil, bersiap-siaplah untuk menelan ratusan kegagalan di awal, sebelum mengecap keberhasilan pertama.

Jangan melihat asyiknya pebisnis dari keuntungan yang mereka dapatkan. Dari Penghasilan mereka yang miliaran. Lihatlah 'babak belur' nya mereka sebelum mencapai pada posisi sekarang.
Menjalankan bisnis tidak selalu tergantung pada 'modal uang' untuk menjalankannya. Tapi lebih pada pola pikir dan sikap kita yang SIAP akan berbagai macam tantangan.

Teman, kita hidup di dunia nyata, bukan sinetron. Pebisnis sukses tidak hanya asal memberikan tanda tangan, naik mobil mewah dan liburan ke luar negeri.

Yang namanya KERJA KERAS adalah mutlak untuk seorang pebisnis. Berani babak belur di awal. Siapkan mental Anda untuk mengalami kegagalan dan kerugian yang bertubi-tubi. Tidak hanya selalu memikirkan keuntungan.

Belajarlah untuk dewasa di mana Anda benar-benar mau menerima kenyataan bahwa tidak ada yang namanya 'sukses instan' di dunia ini. Tidak ada yang namanya sukses gratisan. Semua diperlukan pengorbanan di awal, jerih payah dan usaha yang sangat tidak sedikit.

Teman, sukses tidak selalu tergantung pada yang namanya ‘uang’ atau perlu modal. Bukankah banyak di antara kita yang selalu mengatakan uang bisa dicari? Dan ITULAH ujian Anda pertama kali sebagai pebisnis! Ayo pecahkan. Bukan dijadikan sebagai alasan.

Ingat, kita telah diberi modal sejak lahir oleh Tuhan ALLAH SWT, yaitu: akal pikiran. Gunakanlah itu sebagai modal awal dan modal utama Anda.

Ingat selalu rumusnya:
JIKA ANDA BENAR-BENAR MENGINGINKANNYA, ANDA AKAN MENEMUKAN JALANNYA.
Dan tentunya jangan lupa, awali setiap langkah Anda dengan do'a. :-)

Oleh : Anne Ahira
Read full story

Kamis, 23 Desember 2010

Muhammad Jusuf Kalla

0 komentar
Muhammad Jusuf Kalla lahir di Wattampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942. Ia menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1967 dan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977). Pada Oktober 2004 menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berhasil sebagai pemenang Pemilu. SBY dilantik sebagai Presiden RI ke-6 dan M. Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI ke-10. Pasangan ini menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih rakyat secara langsung. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Presiden RI ke-4), M. Jusuf Kalla dipercayakan selama kurang dari setahun (1999-2000) sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI merangkap Kepala Bulog. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) ia dipilih menduduki jabatan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai Menko Kesra RI sebelum maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain tugas-tugas sebagai Menko Kesra, M. Jusuf Kalla telah meletakkan kerangka perdamaian di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah, dan Ambon, Maluku. Lewat pertemuan Malino I dan Malino II dan berhasil meredakan dan menyelesaian konflik di antara komunitas Kristen dan Muslim.
Kunjungan kerjanya sebagai Menko Kesra ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada awal tahun 2004 memberinya inspirasi untuk menerapkan pengalaman penyelesaian konflik Ambon-Poso di NAD. Upaya penyelesaian Aceh di dalami dan dilanjutkan penanganannya saat setelah dilantik menjadi Wakil Presiden RI. Akhirnya, kesepakatan perdamaian untuk NAD antara Pemerintah dan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berhasil ditandatangani di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Pengalaman pada organisasi pemuda/mahasiswa seperti Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969 memberi bekal untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit tersebut.

Tahun 1965 sesaat setelah pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), M. Jusuf Kalla terpilih menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Tenggara (1965-1968). Kemudian, terpilih menjadi Anggoa DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Periode 1965-1968 mewakili Sekber Golkar. Pada Musyawarah Nasional (Munas) Golkar di Bali, bulan Desember 2004 ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar Periode 2004-2009. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Anggota Dewan Penasihat DPP Golkar, dan menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Utusan Golkar (1982-1987), serta Anggota MPR-RI Utusan Daerah (1997-1999).
Putra pasangan Hadji Kalla dan Hajjah Athirah ini sebelum terjun ke pemerintahan dikenal luas oleh dunia usaha sebagai pengusaha sukses. Usaha-usaha yang dirintis ayahnya, NV. Hadji Kalla, diserahkan kepemimpinannya sesaat setelah ia diwisuda menjadi Sarjana Ekonomi di Universitas Hasanuddin Makassar Akhir Tahun 1967.
Di samping menjadi Managing Director NV. Hadji Kalla, juga menjadi Direktur Utama PT Bumi Karsa dan PT Bukaka Teknik Utama.
Usaha yang digelutinya, di samping usaha lama, ekspor hasil bumi, dikembangkan usaha yang penuh idealisme, yakni pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi guna mendorong produktivitas masyarakat pertanian.
Anak perusahaan NV. Hadji Kalla antara lain; PT Bumi Karsa (bidang konstruksi) dikenal sebagai kontraktor pembangunan jalan raya trans Sulawesi, irigasi di Sulsel, dan Sultra, jembatan-jembatan, dan lain-lain. PT Bukaka Teknik Utama didirikan untuk rekayasa industri dan dikenal sebagai pelopor pabrik Aspal Mixing Plant (AMP) dan gangway (garbarata) di Bandara, dan sejumlah anak perusahaan di bidang perumahan (real estate); transportasi, agrobisnis dan agroindustri.
Atas prestasinya di dunia usaha, Jusuf Kalla dipilih oleh dunia usaha menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan (1985-1997), Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia (1997-2002), Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Sulawesi Selatan (1985-1995), Wakil Ketua ISEI Pusat (1987-2000), dan Penasihat ISEI Pusat (2000-sekarang).
Di bidang pendidikan, Jusuf Kalla menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Hadji Kalla yang mewadahi TK, SD, SLTP, SLTA Athirah, Ketua Yayasan Pendidikan Al-Ghazali, Universitas Islam Makassar. Selain itu, ia menjabat Ketua Dewan Penyantun (Trustee) pada beberapa universitas, seperti Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar; Institut Pertanian Bogor (IPB); Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar; Universitas Negeri Makassar (UNM), Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina; Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNHAS.

Di kalangan ulama dan pemuka masyarakat, nama Jusuf Kalla dikenal sebagai Mustasyar Nahdhatul Ulama Wilayah Sulawesi Selatan, melanjutkan tugas-tugas dan tanggung jawab ayahnya, Hadji Kalla, yang sepanjang hidupnya menjadi bendahara NU Sulsel juga menjadi bendahara Masjid Raya, Masjid Besar yang bersejarah di Makassar. Ketika akan membangun masjid bersama Alm. Jenderal M. Jusuf, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Yayasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz al-Islami (Masjid Jend. M. Jusuf). Sekarang, Masjid tersebut menjadi Masjid termegah di Indonesia Timur.
Di kalangan agama-agama lain selain Islam, Jusuf Kalla dipilih menjadi Ketua Forum Antar-Agama Sulsel.

Penggemar olah raga golf ini, selama sepuluh tahun (1980-1990) menjadi Ketua Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM) dan Pemilik Club Sepak Bola Makassar Utama (MU) tahun 1985-1992.
H. M. Jusuf Kalla yang menikah dengan Nyonya Hajjah Mufidah Jusuf telah dikaruniai satu putra dan empat putri serta dikaruniai sembilan cucu.
Selain tugas rutin, Wakil Presiden Republik Indonesia juga melaksanakan program-program strategis pemerintah Indonesia, meliputi: revitalisasi pertanian dan kehutanan, pertanian; peningkatan kinerja industri dalam negeri dengan membangun industri listrik, dan industri pertahanan, energi dan sumber daya mineral; pekerjaan umum dengan percepatan pembangunan jalan tol Trans-Jawa, jalan di luar Jawa serta proyek pengairan skala menengah.
Program strategis Wakil Presiden Republik Indonesia juga mencakup: percepatan pembangunan bandara udara, pelabuhan dan kereta api; perdagangan dengan peningkatan ekspor; kelautan untuk peningkatan produksi perikanan; tenagakerja dengan penyelesaian masalah perburuhan; perumahan dengan membangun rumah susun; pariwisata dengan peningkatan; bidang BUMN dengan peningkatan kinerja BUMN; bidang Usaha Kecil Menengah dengan menghidupkan kembali sistem jaminan untuk kredit kecil; dan bidang penanaman modal dengan menyusun program perbaikan Doing Business.

Sumber : Biografi Tokoh Dunia
Read full story

William Soeryadjaya

0 komentar
William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional, seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan bisnisnya.Bagaimanakah kisah perjalanan bisnis taipan ulung anak pedagang Majalengka yang bernama Asli Tjia Kian Liong itu? Bisnis yang dilakoni pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, itu sesungguhnya diawali dengan penuh pahit dan getir. William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon.


Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. "Dengan berdagang, saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara saya," ujar anak kedua dari lima bersaudara keluarga pedagang ini, suatu ketika.

Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan DM," ujar William.

Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang ditamsilkan William sendiri.

Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi Rp 378
per dollar AS.

"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami," ujar Oom Willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.

Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda, dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.

Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di Universitas Katholik Parahyangan tahun 1984.

Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan Jerman Barat.

Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.

William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa.

Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.

Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran.

Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.

Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu tulisannya di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar.

Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya, lembaga pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.

Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam menjalankan roda usahanya. Penganut Protestan yang teguh ini percaya betul bahwa keberhasilan yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.

Semangatnya dalam menempuh bisnis pun patut dijadikan panutan. Kalau ia terjegal dalam kancah bisnis, itu bukanlah akhir dari perjalanan bisnisnya, melainkan justru awal dari kebangkitannya.
William Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990, Tbk), meninggal dunia hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. William sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. Terakhir, ia dirawat tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010) dirawat di unit rawat intensif (ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, hingga Senin (5/4/2010).

William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.”

William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah.

Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.

William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya. Beliau meninggal pada usia 78 tahun tepatnya hari Jumat (2/4/2010).

Sumber : Biografi Tokoh Dunia
Read full story

Rabu, 01 Desember 2010

Hary Tanoesoedibjo

0 komentar
Raja Muda Bisnis Multimedia


Hary Tanoesoedibjo, Presdir PT Bimantara Citra Tbk dinobatkan Warta Ekonomi sebagai salah seorang Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005. Disebut, tidak banyak orang yang sukses dalam industri media elektronik maupun cetak. Salah satunya adalah Hary Tanoesoedibjo. Tak heran bila kemudian dia dijuluki "Raja Muda Bisnis Multimedia".


Warta Ekonomi 28 Desember 2005: Kiatnya? Tahun 1989 ada orang yang bertanya: Siapa sih Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo? Dia baru berumur 25 tahun ketika mulai bekerja di PT Bhakti Investama. Waktu itu Hary baru saja meraih gelar Master of Business Administration dari Carlton University, Kanada. Namun, kalau pada 2005 masih ada yang bertanya siapakah Hary Tanoesoedibjo, atau yang akrab dipanggil Hary Tanoe, rasanya keterlaluan. Sebab, dialah raja bisnis multimedia di Indonesia.


Julukan “Raja Bisnis Multimedia” memang kian lekat pada pria kelahiran 26 September 1965 ini. Apalagi sejak mengambil alih PT Bimantara Citra Tbk. tahun 2000 lalu, Hary mengusung ambisi ingin menjadi jawara bisnis media penyiaran dan telekomunikasi. Dan, mimpi itu terbukti. Kini Hary Tanoe mempunyai tiga stasiun TV swasta: RCTI, TPI, dan Global TV, juga stasiun radio Trijaya FM dan media cetak Harian Seputar Indonesia dan Majalah Ekonomi.

Di bawah naungan PT Media Nusantara Citra (MNC), tak sampai lima tahun, Hary berhasil menguasai saham mayoritas di tiga stasiun TV tersebut. Saham MNC sendiri 99,9% dimiliki oleh Bimantara Citra, grup usaha yang dahulunya dimiliki oleh Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto.


Sejak memiliki Bimantara, Hary kian agresif di bidang media. Ditambah lagi, Hary mempunyai kemampuan menentukan perusahaan-perusahaan media mana yang berpotensi untuk berkembang. Selain itu, banyak orang mengakui, kunci sukses Hary terletak pada kemampuannya menata kembali perusahaan yang sudah kusut alias bermasalah. Ini terbukti ketika pria yang kabarnya pernah tidak naik kelas di masa SMA ini membenahi Bimantara yang terbelit utang.


Sebelumnya, Bimantara juga memiliki stasiun radio Trijaya FM. Belakangan, untuk menambah eksistensinya dalam dunia media, Bimantara juga menerbitkan media cetak. Sampai saat ini ada majalah, tabloid, dan koran yang bergabung di bawah bendera Grup Bimantara. Ada majalah ekonomi dan bisnis Trust, tabloid remaja Genie, dan pertengahan 2005 lalu menerbitkan harian Seputar Indonesia.


Ke depan, MNC diproyeksikan menjadi perusahaan subholding yang bertindak sebagai induk media penyiaran di bawah Grup Bimantara. MNC juga bakal menjadi rumah produksi yang akan memasok acara-acara ke RCTI, TPI, Global TV, dan semua jaringan radionya. Selain itu, MNC akan membangun jaringan radio nasional di seluruh wilayah Tanah Air.



Maka, tak heran kalau, kabarnya, sepanjang tahun 2005 ini Hary telah menyiapkan dana sekitar US$20 juta untuk mewujudkan mimpinya melalui MNC tersebut. Bahkan, jika tidak ada halangan, seharusnya pada 2005 ini perusahaan MNC sudah bisa dijumpai di lantai bursa atau go public. Namun, tampaknya, sampai saat ini rencana untuk menambah modal melalui initial public offering belum kesampaian


Sumber : Tokoh Indonesia.com
Read full story

Bob Sadino

0 komentar
Pengusaha Sukses Dari Indonesia

Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.


Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Anak Guru

Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.

Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Sumber : Biografi Tokoh Dunia
Read full story

H Probosutedjo

0 komentar
Pengabdian Guru Jadi Pengusaha

Sebagai guru Taman Siswa, yang hidup bersama seorang anak dan istri yang sedang mengandung anak kedua, Probosutedjo mulai merasakan keterbatasan kemampuan keuangan untuk membiayai kehidupan rumah-tangganya. Dia pun mengubah haluan ‘perahu’ kehidupannya menjadi pengusaha.



Pada 1960, naluri bisnis Probo mencuat. Diawali dengan membuat diktat pelajaran SMA. Teman-teman guru yang mengajar di Taman Madya (SMA) Taman Siswa dianjurkannya membuat diktat. Diktat-diktat itu dia stensil (pada waktu itu belum ada fotokopi). Lalu para guru tersebut menjual diktat itu kepada murid-murid dan keuntungannya dibagi dua dengan Probo.


Kemudian Probo memperoleh dorongan dari adik mertua dengan memperkenalkannya kepada seorang pengusaha asal Medan, Ng Co Mo, pemilik PT Orisi. Probo pun dipercaya mendirikan Perwakilan PT Orisi di Jakarta. Dia meninggalkan isteri dan anak di Siantar, sementara dia tinggal di rumah kakaknya, Soeharto, di Jalan Agus Salim 98.


Berkat hubungan lama yang berlangsung baik dengan PT Orisi, keduanya sepakat mendirikan usaha bersama, PT Setia Budi Murni, berkedudukan di Jakarta. Probo kemudian mendirikan lagi usaha sendiri, PT Embun Emas, berkedudukan di Medan, yang pada tahun 1966 merintis hubungan dagang dengan Malaysia, sesudah normalisasi hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Seperti diketahui pada tahun 1962, Indonesia dan Malaysia konfrontasi karena Bung Karno tidak dapat menerima berdirinya Malaysia.

Modal Hasil Komisi
Probosutedjo mulai memiliki modal besar untuk berbisnis, setelah berhasil membantu menyelesaikan utang piutang antara para pengusaha Malaysia dan Indonesia sebesar 350 juta dolar Singapura. Utang itu timbul akibat pembayaran ekspor Indonesia yang tertahan, sebagai dampak konfrontasi Indonesia-Malaysia sebelumnya.


Probo lalu menghubungi Malaysia, negara itu bersedia membayar asal ada bank garansi di Bank Indonesia. Dari Bank Indonesia, Probo mendapat jawaban positif, bersedia mengeluarkan bank garansi jika ada surat resmi dari pemerintah yang menyebutkan Probo mendapat mandat menyelesaikan masalah tersebut.


Probo lalu menghadap Sri Sultan Hamengkubuwono IX, bukan kepada kakaknya Soeharto yang sudah menjadi pejabat Presiden RI, setelah Sidang Umum MPRS mengangkatnya tahun 1967. Probo tidak menemui Soeharto sebab sangat mengetahui persis sifat kakaknya itu, bisa-bisa bukan surat yang Probo dapatkan melainkan marah-marah, sebab meminta sesuatu yang bukan pada proporsinya.


Surat Sri Sultan HB IX akhirnya keluar, ditujukan kepada Departemen Luar Negeri yang ditandatangani oleh Oemaryadi. Setelah itu, pembayaran utang 350 juta dolar Singapura langsung diserahkan ke Pemerintah RI, kemudian digunakan untuk membiayai Operasi Khusus (Opsus). Probo sama-sekali tak memperoleh apa-apa dari Pemerintah RI, kecuali komisi sebesar satu persen atau 3,5 juta dolar Singapura dari pihak Malaysia.


Uang komisi itulah yang Probo manfaatkan menambah modal usaha di Jakarta. Ia memperoleh banyak keuntungan dari usaha leveransir ke Departemen Sosial dan jual beli tanah.

Pengabdian Importir Cengkeh
Probosutedjo mendirikan PT Mercu Buana, 1968, awalnya untuk menangani impor cengkeh. Kala itu belum ada sindikat cengkeh. Belakangan, CV Berkat muncul mengendalikan tataniaga dan sindikasi cengkeh, tapi ternyata gagal. Lalu, 1970, Probo mengajukan usul ke pemerintah, agar impor cengkeh dikoordinasikan saja oleh pemerintah sehingga keuntungannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.
Tahun 1970 harga cengkeh di dalam negeri melambung.



Sebab produksi dalam negeri tak mencukupi kebutuhan pabrik-pabrik rokok. Probo mengajukan saran, pabrik-pabrik rokok besar sebaiknya tidak membeli cengkeh di pasaran, apalagi membeli langsung ke daerah penghasil. Bahkan, untuk menjaga agar harga cengkeh tidak terus melambung, pabrik rokok besar harus bersedia meminjamkan stok cengkehnya ke pabrik-pabrik rokok kecil. Dengan harga yang stabil, pabrik rokok kecil terselamatkan, malah mereka dapat diikutkan sebagai pemilik saham di pabrik-pabrik rokok besar, maksimal 30 persen.


Usulan Probosutedjo mendapat tanggapan positif, sehingga keluarlah Keputusan Menteri Perdagangan No. 332/Kp/XII/70, tanggal 31 Desember 1970, yang menunjuk PT Mercu Buana menjadi handling agent cengkeh untuk wilayah Jawa Timur. Pemerintah juga menunjuk PT Mega, milik Liem Sioe Liong, untuk wilayah Jawa Tengah. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas PT Mercu Buana, demikian pula PT Mega, diatur secara ketat sesuai Instruksi Menteri Perdagangan No. 45/M/INS/XI/70 tanggal 27 November 1970.


Pemerintah kemudian mengeluarkan Instruksi Menteri Perdagangan No. 17/M/INS/II/71 tanggal 20 Februari 1971, dan No. 139/M/INS/II/71, yang memberi ijin kepada PT Mercu Buana untuk mengimpor cengkeh dari Madagaskar atau Zanzibar.
Sejak Mei 1972 hingga Juni 1987, PT Mercu Buana melakukan 59 kali impor cengkeh. Seluruh keuntungannya, sebesar Rp 120.489.660.782,72, diserahkan ke Sekretariat Negara (Sekneg). Probosutedjo hanya memperoleh fee dua persen dari total keuntungan impor cengkeh, atau sekitar dua miliar rupiah selama 15 tahun.


Keuntungan dari impor cengkeh, oleh Setneg kemudian mengalir melalui Bantuan Presiden (Banpres), antara lain kepada partai-partai politik, membangun Rumah Sakit TNI AD Gatot Subroto Jakarta, dan lain-lain.


Nyatalah, bahwa motivasi Probosutedjo menerima tugas sebagai importir cengkeh bukanlah perhitungan bisnis semata. Melainkan ada sisi pengabdian kepada bangsa dan negara di situ. Probo sangat bahagia melaksanakan tugas pengabdian tersebut.


Kepada para petani cengkeh, Probo selalu berusaha mendorong agar semakin giat menanam cengkeh. Supaya kelak, Indonesia tak lagi sibuk mengimpor cengkeh dari negara lain. Kata Probo berulang-ulang kepada petani, hasil perkebunan cengkeh sangat menguntungkan, cengkeh tidak memerlukan perawatan yang rumit, dan setelah panen pohon cengkeh akan berbuah dengan sendirinya.


Selama impor cengkeh dalam penanganan Probo, setiap panen raya tiba para petani bisa membeli mobil baru, menyekolahkan anak, membangun rumah, menikahkan anak, hingga pergi haji.

Bisnis Mobil
Setelah berhasil membesarkan PT Mercu Buana, Probo kemudian mengembangkan usaha lain, seperti mendirikan PT Garmark Motor sebagai industri Chevrolet di Indonesia, PT General Motor Buana Indonesia sebagai agen tunggal pemegang merek (ATPM) mobil Opel di Indonesia dan kepemilikan saham di PT Mesin Isuzu Indonesia (MII).


Probo juga mendirikan PT Cipendawa, bergerak di bidang peternakan ayam, dulu masuk “Kelompok Besar 22”, kemudian dilepas agar peternak kecil mengembangkan usahanya di bidang ini. Kemudian, Probo mendirikan PT Kedaung, sebagai pabrik gelas terbesar di dunia, perusahaan yang juga menanamkan investasi pabrik gelas di Malaysia dan Timur Tengah.


Sejumlah perusahaan lain milik Probo adalah PT Wisata Loka Tribuana, bergerak di sektor properti, PT Buana Ganda Perkasa, perusahaan patungan dengan Wisertech Ltd, Hongkong, untuk menangani mega proyek kilang minyak di Probolinggo.


Probo adalah pemegang saham dan Presiden Direktur PT Duta Pertiwi, perusahaan real estat anggota Kelompok Sinar Mas, milik Eka Cipta Wijaya. Belakangan Probo melepas semua sahamnya kepada Eka Cipta. Di sektor perbankan Probo memiliki Bank Djakarta (sudah dilikuidasi).


Probo mendirikan PT Menara Hutan Buana, mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI), yang rencananya akan membangun pabrik kayu cacahan (chip) dan pabrik pulp di Kalimantan Selatan. Semua rencana ini menjadi sulit terealisasi, setelah terjadi perubahan politik, demikian pula ada banyak perubahan yang terjadi di beberapa anak perusahaan di sektor pertanian, khususnya udang, serta ekspor komoditi nonmigas.


Probosutedjo banyak memperoleh keuntungan dari bisnis mobil PT Garmark Motor, yang menghantarkannya menjadi seorang pengusaha sukses. Probo sering menginvestasikan keuntungan besarnya dari Garmark Motor, untuk pembelian tanah. Probo seringkali memperoleh keuntungan berlipat kali ganda dari kenaikan harga tanah. Sebuah kawasan realestat mewah di Kebun Jeruk, Jakarta Barat seluas 200 hektar, dahulu dibeli dengan harga Rp 2.000/meter persegi. Probo juga membeli tanah seluas 6.000 m2, terletak di kawasan elit Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang beberapa tahun kemudian harganya sudah beratus kali lipat dari harga belinya.


Tahun 1990-an PT Wisata Triloka Buana, anak perusahaan PT Mercu Buana, melakukan usaha patungan dengan Meridien SA, sebuah jaringan hotel internasional dari Perancis. Keduanya sepakat mendirikan hotel bintang lima, berkapasitas 300 kamar, terletak di Jalan Sudirman, Jakarta, bernama Hotel Internasional Le Meridien. Mitra asing, Meridien SA yang dulunya didirikan untuk mendukung operasional maskapai Air France, melakukan kerjasama dalam hal manajemen hotel, dan memiliki saham maksimal 10 persen saja.


Walau sudah menjadi pengusaha sukses, dengan jaringan bisnis yang meluas, Probo tetap meyakini semuanya adalah karunia Tuhan yang tiada ternilai. Probo yang beranjak dari guru dengan penghasilan yang minim, telah menjadi pengusaha sukses berkat kerja keras dan kejeliannya menangkap peluang bisnis.

Pertahankan Kebenaran
Dalam berbisnis, Probo juga berprinsip bahwa menolong sesama adalah kewajiban setiap manusia. Semut saja, kata Probo, mengajari kita untuk selalu hidup rukun, saling menyapa dan saling menunjukkan jalan.


Kerja keras yang disertai kreativitas dan inovasi, yang mengantarkannya menjadi pengusaha besar, membuat Probo merasa terusik ketika Christianto Wibisono dan Yahya Muhaimin, membuat ‘pernyataan ilmiah’ namun tak sesuai dengan fakta, tentang praktek bisnis yang Probo jalankan.
Christianto Wibisono, Direktur Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), membuat makalah “Analisis Konglomerat, Empiris dan Historis”, disampaikan dalam sebuah seminar di Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990. Christianto, menyebutkan Probosutedjo seolah-olah kaya mendadak karena duopoli cengkeh bersama Liem Sioe Liong.


Probo, kata Christianto, tergolong konglomerat yang lahir dari fasilitas dan proteksi. Disebutkan pula, Probo berkiprah di segala bidang bisnis, dan setelah itu tidak ada lagi yang mengungkit-ungkit asal-usul kekayaannya, karena sudah disusul dengan kerja keras dan persaingan bebas yang sebetulnya tidak sepenuhnya fair, karena dengan segala kelebihan dana mudah melakukan dumping terhadap saingan bisnis.


Mendengar itu, Probo sangat kaget sekaligus keberatan dengan pendiskreditan tersebut. Probo sangat terganggu, sebab pernyataan Christianto sudah tersebar luas di media massa. Apalagi, Probo adalah saudara dari orang yang saat itu sedang menjadi Presiden RI. Probo menganggap pernyataan Christianto sebagai preseden buruk yang bisa menimpa siapa saja. Bentuknya bisa fitnah atau pelecehan hanya karena kekurangcermatan pelaku.


Probo tak ingin masyarakat menganggap seolah-olah dirinya menyembunyikan kebenaran. Probo harus menjelaskan ke masyarakat luas, bahwa ia menjadi pengusaha yang merangkak dari bawah. Sejak Soeharto belum menjadi Presiden pun, usaha Probo sudah berkembang meluas.
Probo lalu menggugat Christianto Wibisono, dengan tuduhan pencemaran nama baik, menuntut ganti rugi Rp 50 miliar, dan meminta pemulihan nama baik, dengan memasang permohonan maaf pada sedikitnya 20 media cetak terbitan ibukota.


Akhirnya, Christianto menyadari kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf. Keduanya sepakat berdamai di luar sidang (dading). Christianto kemudian menandatangani akte perdamaian, berisi enam poin penting kesimpulan.

Memaklumi Kekeliruan Yahya
Akan halnya dengan Yahya Muhaimin, Probo merasa tersandung oleh penulisan buku “Bisnis dan Politik, Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980”. Yahya mengangkat buku tersebut dari disertasinya, berjudul Indonesia Economic Policy, 1950-1980: the Politics of Client Businessmen, untuk meraih gelar PhD di Massachusetts of Technology, AS, 1982.


Probo terusik oleh kalimat tendensius berisi cerita perjalanan bisnis Probosutedjo, di halaman 251 dan 252. Pada halaman 252, tertulis, “Pada tahun 1967, Probosutedjo mendirikan PT Mercu Buana, dan tahun itu juga ia dan keluarganya pindah dari Medan ke Jakarta. Pada tahun 1968, perusahaan impor ini memperoleh monopoli atas impor cengkeh yang sangat menguntungkan dari Menteri Perdagangan yang baru, Dr. Sumitro Djoyohadikusumo, tidak lama setelah ia (Sumitro), di luar dugaan banyak kalangan, diberi jabatan itu oleh Presiden Soeharto.”


Kemudian, pada halaman 251 tertulis, “Ia baru benar-benar aktif dalam bisnis pada tahun 1963, ketika menjadi importir bersama PT Irian Jaya, sebuah perusahaan yang disponsori Kostrad dan mendapat monopoli atas perdagangan di Irian Barat (Irian Jaya). Ketika itu Soeharto menjabat Panglima Komando Operasi Mandala yang merupakan bagian penting dari Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat….”


Bunyi kedua kalimat sangat ganjil, terutama perihal Probosutedjo pindah ke Jakarta tahun 1967. Probo tak punya hubungan sama sekali dengan PT Irian Jaya, dan tak pernah tahu perusahaan itu milik siapa. Apalagi, Probo tidak pernah mendapat monopoli perdagangan di Irian Jaya.


Menanggapi tulisan Yahya Muhaimin, Probo melakukan somasi, memberi contoh ke masyarakat bahwa dirinya sadar hukum dan berani mempertahankan kebenaran hukum. Probo bukan hanya menolak pernyataan Yahya, melainkan memberi penjelasan dan argumentasi, serta menunjukkan kebenaran sejarah yang sesungguhnya. Ia menanggapi Yahya dengan sikap keterbukaan, khususnya tentang sejarah pertumbuhan usaha dan kebijaksanaan pemerintah di Indonesia. Probo berharap, menulis riwayat seseorang harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.


Sebagaimana dengan Christianto Wibisono, gugatan Probo terhadap Yahya Muhaimin berakhir dengan damai. Probo memaklumi kekeliruan Yahya sebagai tidak dengan maksud mencemarkan nama baik. Dalam buku diakui terdapat data yang kurang pas, sehingga Yahya berjanji akan merevisinya dalam cetak ulang buku berikutnya.


Probo mempunyai semangat untuk maju disertai berbagai pengalaman hidup yang keras. Probosutedjo, lahir di desa Kemusuk, Yogyakarta, 1 Mei 1930, yang membuatnya memiliki adat dan budaya yang santun. Namun, begitu Probo besar dan merantau selama 12 tahun ke wilayah Sumatera Utara, ia menjadi terbiasa berbicara blak-blakan, seperti layaknya orang Medan kebanyakan.


Kebiasaan itu pulalah yang membuat Probo tak pernah bisa diam menahan diri untuk tidak berbicara, mana-kala dengan kasat mata ia menyaksikan ketimpangan di masyarakat. Probo seringkali melontarkan kritikan tajam nan pedas, atau melemparkan gagasan-gagasan baru yang menentang arus.
Probosutedjo dahulu bekerja keras merintis usaha untuk mengubah nasib. Kini, di usia senja ia tetap bekerja keras juga untuk mengubah nasib, kali ini nasib orang lain yang masih tergolong belum beruntung. Karena Probo terbiasa bekerja keras, ketika berbisnis ia tak mengalami banyak kesulitan, kendati tanpa mengandalkan fasilitas dari kakaknya 



Sumber : Tokoh Indonesia.com
Read full story

A.B. Susanto

1 komentar
Sukses dalam Tiga Keahlian

Tidak semua orang bisa sukses menguasai tiga bidang keahlian berbeda dalam waktu bersamaan. Kalaupun ada, pastilah dia sosok yang luar biasa. Begitupun dengan sosok yang satu ini, Alfonsus Budi Susanto yang akrab disapa AB Susanto. Pria kelahiran Yogyakarta, 5 September 1950 ini setidaknya menguasai tiga bidang keahlian sekaligus, ahli kesehatan, terutama diabetes, ahli manajemen dan ahli permata, khususnya berlian.
Hebatnya, semua keahlian yang dimiliki pria asal Pakuningratan, Yogyakarta ini didukung oleh latar belakang pendidikan formal yang pernah ditempuhnya.

Dalammeniti semua kehidupannya itu, pria murah senyum dan ramah ini melakukannya tanpa beban dan paksaan. Dia juga termasuk pekerja keras dengan kemauannya yang selalu haus ilmu. Bukan berarti melakukannya secara buru-buru, dia selalu berakitivitas dengan santai dan mengalir bagaikan air.
Ketika lulus SMA de Britto tahun 1969 Susanto meninggalkan keluarga besarnya di Yogyakarta untuk melanjutkan studi di Jerman. Tak tanggung-tanggung, bidang studi yang dia ambil adalah fakultas kedokteran, yang barangkali bagi sebagian orang masih dianggap sulit dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Awalnya, dia memulai belajar di fakultas kedokteran di Universitas Bonn, lulus dari sana melanjut ke Universitas Duesseldof hingga akhirnya memperoleh gelar doctor bidang Endrocrinology-Diabetalogy atau sebagai dokter ahli bidang endrologi dan penyakit diabetes.

Selama di Jerman, suami dari Suhartati ini pernah bekerja sebagai medical doctor di dua rumah sakit cukup terkenal di Jerman, rumah sakit Merien dan rumah sakit Ratingen. Dia pun pernah bekerja pada sebuah kilinik terkenal, Diabetes Bad Oeyhansen di Jerman. Klinik ini terkenal sebagai tempat rujukan orang-orang penting dunia untuk berobat, termasuk Presiden ke 2 dan ke 3 Indonesia, Soeharto dan Habibie, para pangeran Timur Tengah dan masih banyak lagi orang terkenal lainnya. Dia bekerja di dua rumah sakit dan satu klinik di Jerman ini mulai tahun 1976 sampai tahun 1978. Sebelumnya, pria penyuka golf ini pernah bekerja sebagai research assistant pada Diabetes Research Institute di Universitas Duesseldorf, tahun 1973 hingga tahun 1976.

Walau di Jerman hidup serba kecukupan, tapi AB Susanto ternyata merindukan tanah airnya, Indonesia. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Tak berapa lama kemudian, tepatnya tahun 1978, pria yang selalu murah senyum dan berpenampilan perlente ini diterima bekerja di Scheering AG sebagai direktur medis. Disinilah awalnya dia banyak bersentuhan dengan berbagai hal tentang manajemen, tentu saja ini adalah sesuatu yang berbeda dengan disiplin ilmu kedokteran yang telah dia punyai sebelumnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengambil program ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Pada disiplin ilmu yang baru ini, AB Susanto banyak memelajari tentang seluk-beluk manajemen.

Dengan disiplin ilmu barunya, AB Susanto yang terkenal ulet dan bekerja keras ini akhirnya dipercaya memberikan konsultasi mengenai pemasaran perhiasan berlian De Beers di Indonesia. Inilah awalnya, dia dikenal sebagai seorang ahli manajemen di Indonesia. Namanya terus meroket bak meteor, yang akhirnya dia seringkali diminta menjadi konsultan di beberapa perusahaan swasta maupun BUMN. Tahun 1984, AB Susanto mendirikan The Jakarta Consulting Group (JCG) Partner of Change, lembaga yang bergerak pada jasa manajemen. Lembaga yang memiliki motto "Our Goals is to Assist our Clients to Achieve Theirs" ini, AB Susanto dibantu oleh 35 staff.

Hingga sekarang JCG yang bermarkas di Wisma 46-kota BNI berhasil menangani beberapa perusahaan besar antara lain, Matahari Department Store, Accer Computer, De Beers, Telkomsel, dan Gudang Garam. Pria yang suka memakai kemeja putih yang dipadu frenchcuff dengan manset ini menyatakan bahwa keberhasilan menjalani lembaga JCG adalah berkat kerja keras serta dukungan berbagai pihak. Bahkan dia pernah harus bekerja 500 jam per tahun untuk memenuhi 16 proyek kliennya.

Setelah memiliki dua keahlian, sebagai dokter diabetes dan ahli manajemen, ternyata AB Susanto juga mumpuni dalam hal menilai berlian dengan disiplin ilmu tersendiri. Untuk hal yang satu ini AB Susanto agak merendah, bahwa ilmu yang dimilikinya tersebut merupakan ilmu turunan dari orang tuanya. Katanya, orangtuanya dulu berjualan emas di Malioboro, Yogyakarta, dari sana AB Susanto banyak tahu tentang menilai berlian yang bagus atau tidak.
Kendati demikian, AB Susanto juga menjelaskan bahwa ketika masih berada di Jerman dia sempat belajar di Diamond Graduation di Gemmological Institute of Idar Oberstein. Di sini lebih banyak tahu tentang disiplin ilmu yang memelajari tentang seluk-beluk berlian. Kemampuannya sebagai ahli berlian ini juga diikuti dua putrinya, Yohana dan Patricia, yang juga meraih sertifikat sebagai gemologist.

Dengan berbagai kesibukannya tersebut tak membuat penggemar novel karya John Grisham dan Sydney Sheldon terkuras habis. Bahkan sejak tahun 1997 hingga sekarang, AB Susanto masih produktif melahirkan buku-buku manajemen, tak kurang 40 buku manajemen telah dia tulis.
Kendati begitu, dia pun mempunyai berbagai aktivitas lain seperti menjadi anggota Unicef Indonesia, Anggota National Corporate Advisory Council, Ketua Dewan Pengawas Yayasan Mahatma Gandhi, anggota Dewan Pakar Asosiasi Manajer Indonesia, dan pengajar program magister manajemen di berbagai universitas.
Read full story
 

My Blog List

Hello